PropertyKlik.com – Bagi Anda yang berencana membeli rumah ataupun berinvestasi di bidang properti, pemahaman tentang berbagai jenis sertifikat tanah sangatlah penting. Salah satu sertifikat yang sering ditemui adalah SHGB atau Sertifikat Hak Guna Bangunan.
Bagi Anda yang ingin berinvestasi di bidang properti atau sedang mempertimbangkan untuk membeli tanah atau bangunan, mengetahui apa itu SHGB, jenis-jenisnya, serta bagaimana aspek hukumnya, bisa menjadi faktor penentu kesuksesan investasi Anda.
Pada artikel ini, kita akan membahas secara mendalam mengenai SHGB. Mulai dari pengertian dasarnya, jenis-jenisnya, dan aspek hukum yang mengatur Sertifikat Hak Guna Bangunan di Indonesia. Selain itu, kita juga akan melihat contoh-contoh kasus penggunaan Sertifikat Hak Guna Bangunan dalam berbagai situasi dan kondisi.
Selain itu kita juga akan membandingkannya dengan SHM (Sertifikat Hak Milik), serta menjelaskan proses bagaimana Anda bisa meningkatkannya menjadi SHM. Dengan informasi ini Anda akan lebih memahami dan mampu membuat keputusan yang lebih bijak terkait properti yang sudah Anda miliki atau akan beli.
Mari kita mulai dengan memahami apa itu SHGB dan mengapa sertifikat ini begitu penting dalam dunia properti.
Rekomendasi Rumah Strategis dan Aestetik di Depok
Temukan beragam pilihan rumah di Depok yang lokasinya nempel Jakarta seperti Cinere, Margonda, Beji, Sawangan, hingga Bojongsari.
Apa Itu SHGB
Pengertian SHGB Adalah
SHGB adalah kepanjangan dari Sertifikat Hak Guna Bangunan, yaitu salah satu jenis sertifikat tanah yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, untuk jangka waktu tertentu.
Biasanya, jangka waktu untuk memiliki dan mendirikan bangunannya berkisar antara 30 hingga 50 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Fungsi dan Manfaat SHGB
Sertifikat Hak Guna Bangunan memiliki beberapa fungsi dan manfaat yang penting, terutama bagi mereka yang terlibat dalam bidang properti dan investasi. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai fungsi dan manfaatnya:
a. Fungsi SHGB
- Hak Mendirikan Bangunan: Sertifikat Hak Guna Bangunan memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya. Ini berarti pemilik sertifikatnya dapat membangun rumah, gedung perkantoran, ruko, atau fasilitas komersial lainnya di tanah tersebut.
- Hak Mengelola dan Menggunakan Bangunan: Pemilik sertifikat ini berhak untuk menggunakan dan mengelola bangunan yang telah didirikan di atas tanah tersebut untuk berbagai keperluan, baik komersial maupun non-komersial, selama jangka waktu yang ditentukan dalam sertifikat.
- Jaminan Hukum: Sertifikat Hak Guna Bangunan memberikan jaminan hukum yang kuat bagi pemiliknya. Dengan adanya sertifikat ini, pemiliknya memiliki bukti legal yang sah atas haknya untuk menggunakan tanah tersebut, sehingga mengurangi risiko sengketa tanah.
b. Manfaat SHGB
- Keamanan Investasi: Memberikan kepastian hukum yang penting bagi investor dan pemilik bangunan. Dengan memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan, investor dapat merasa lebih aman karena hak mereka atas penggunaan tanah tersebut diakui secara hukum.
- Fleksibilitas dalam Penggunaan Properti: Memberikan fleksibilitas dalam penggunaan properti. Pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan dapat mengembangkan properti tersebut sesuai dengan rencana bisnis atau kebutuhan pribadi mereka, baik untuk komersial, industri, maupun tempat tinggal.
- Potensi Peningkatan Nilai Properti: Properti yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan dapat mengalami peningkatan nilai seiring waktu, terutama jika properti tersebut terletak di lokasi strategis atau dikembangkan dengan baik. Bagi pemilik sertifikatnya ini merupakan peluang untuk mendapatkan keuntungan finansial dari investasinya.
- Kemudahan Transaksi Properti: Dapat diperjualbelikan, diwariskan, atau dijadikan jaminan untuk pinjaman. Pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan jadi mendapatkan fleksibilitas dalam mengelola asetnya dan memungkinkannya untuk mendapatkan modal tambahan melalui transaksi properti.
- Perpanjangan dan Peningkatan Hak: Dapat diperpanjang jangka waktunya atau ditingkatkan statusnya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). Ini memberikan opsi bagi pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunanuntuk memperpanjang hak mereka atas tanah tersebut atau mengubahnya menjadi kepemilikan penuh, tergantung pada kebutuhan dan strategi jangka panjang mereka.
Dengan memahami fungsi dan manfaat Sertifikat Hak Guna Bangunan, pemilik properti dan investor dapat membuat keputusan yang lebih informasional mengenai pengelolaan dan pengembangan propertinya, memaksimalkan potensi keuntungan dari investasi propertinya.
Perbedaan SHGB dengan SHM dan SHP
Berikut adalah perbedaan antara Sertifikat Hak Guna Bangunan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Pakai (SHP):
1. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
- Definisi: SHGB adalah kepanjangan dari Sertifikat Hak Guna Bangunan, yaitu sertifikat yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu tertentu.
- Jangka Waktu: Biasanya 30-50 tahun dan dapat diperpanjang.
- Kepemilikan: Pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan hanya memiliki hak atas bangunan di atas tanah tersebut, bukan tanahnya.
- Penggunaan: Komersial dan non-komersial, seperti ruko, gedung perkantoran, dan perumahan.
- Keamanan Hukum: Menyediakan kepastian hukum selama jangka waktu yang ditentukan dalam sertifikat.
2. Sertifikat Hak Milik (SHM)
- Definisi: SHM adalah kepanjangan dari Sertifikat Hak Milik, yaitu sertifikat yang memberikan hak kepemilikan penuh atas tanah kepada pemegangnya tanpa batas waktu.
- Jangka Waktu: Tidak terbatas.
- Kepemilikan: Pemegang SHM memiliki hak penuh atas tanah dan bangunan di atasnya.
- Penggunaan: Fleksibel untuk berbagai keperluan, baik pribadi maupun komersial.
- Keamanan Hukum: SHM memiliki kepastian hukum tertinggi di Indonesia, menjadikannya bentuk kepemilikan tanah yang paling diinginkan.
3. Sertifikat Hak Pakai (SHP)
- Definisi: SHP adalah kepanjangan dari Sertifikat Hak Pakai, yaitu sertifikat yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah milik negara atau pihak lain untuk keperluan tertentu, seperti tempat tinggal atau usaha, dengan jangka waktu tertentu.
- Jangka Waktu: Biasanya 25 tahun dan dapat diperpanjang.
- Kepemilikan: Pemegang SHP hanya memiliki hak untuk menggunakan tanah tersebut, bukan untuk mendirikan bangunan.
- Penggunaan: Terbatas pada keperluan tertentu yang ditentukan dalam sertifikat, seperti tempat tinggal atau usaha.
- Keamanan Hukum: SHP memberikan kepastian hukum yang lebih rendah dibandingkan Sertifikat Hak Guna Bangunan dan SHM, karena hanya memberikan hak penggunaan tanah.
Tabel Perbandingan SHGB, SHM, dan SHP
Aspek | SHGB | SHM | SHP |
---|---|---|---|
Kepemilikan | Hak mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah | Kepemilikan penuh atas tanah dan bangunan | Hak menggunakan tanah untuk keperluan tertentu |
Jangka Waktu | 30-50 tahun, dapat diperpanjang | Tidak terbatas | 25 tahun, dapat diperpanjang |
Hak atas Tanah | Tidak memiliki tanah, hanya bangunan | Memiliki tanah dan bangunan | Tidak memiliki tanah, hanya hak pakai |
Penggunaan | Komersial dan non-komersial | Fleksibel, tanpa batasan | Terbatas pada keperluan tertentu |
Keamanan Hukum | Tinggi, namun di bawah SHM | Tertinggi | Lebih rendah dibandingkan SHGB dan SHM |
Dengan memahami perbedaan antara ketiganya, Anda dapat menentukan jenis sertifikat yang paling sesuai dengan kebutuhan dan rencana penggunaan properti Anda.
Jenis-Jenis SHGB
Sertifikat Hak Guna Bangunan dapat digunakan untuk berbagai keperluan bangunan, baik komersial maupun non-komersial. Berikut adalah penjelasan mengenai jenis-jenisnya, serta perbedaan dan persamaannya:
1. SHGB untuk Bangunan Komersial
- Definisi: Sertifikat Hak Guna Bangunan untuk bangunan komersial adalah sertifikat yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendirikan dan memiliki bangunan yang digunakan untuk kegiatan usaha atau bisnis.
- Contoh Penggunaan:
- Ruko (Rumah Toko)
- Gedung perkantoran
- Pusat perbelanjaan (mall)
- Hotel dan restoran
- Fasilitas industri seperti pabrik dan gudang
- Keuntungan:
- Memungkinkan pemegang SHGB untuk menjalankan bisnis di atas tanah tersebut.
- Fleksibilitas untuk mengembangkan properti komersial sesuai dengan kebutuhan pasar.
- Persyaratan:
- Mematuhi peraturan zonasi dan tata ruang yang berlaku di daerah tersebut.
- Mendapatkan izin usaha dari pemerintah setempat jika diperlukan.
2. SHGB untuk Bangunan Non-Komersial
- Definisi: Sertifikat Hak Guna Bangunan untuk bangunan non-komersial adalah sertifikat yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendirikan dan memiliki bangunan yang digunakan untuk keperluan pribadi atau non-bisnis.
- Contoh Penggunaan:
- Rumah tinggal
- Bangunan fasilitas umum seperti sekolah dan tempat ibadah
- Lahan pertanian yang membutuhkan bangunan penunjang
- Keuntungan:
- Memberikan kepastian hukum bagi pemegang SHGB untuk menggunakan bangunan tersebut untuk keperluan pribadi atau komunitas.
- Memungkinkan pembangunan fasilitas yang mendukung kebutuhan masyarakat.
- Persyaratan:
- Mematuhi peraturan zonasi dan tata ruang yang berlaku di daerah tersebut.
- Mendapatkan izin pembangunan dari pemerintah setempat jika diperlukan.
3. Perbedaan dan Persamaan antara Jenis-Jenis SHGB
Aspek | SHGB untuk Bangunan Komersial | SHGB untuk Bangunan Non-Komersial |
---|---|---|
Tujuan Penggunaan | Untuk kegiatan usaha atau bisnis | Untuk keperluan pribadi atau komunitas |
Contoh Bangunan | Ruko, gedung perkantoran, mall, hotel | Rumah tinggal, sekolah, tempat ibadah |
Persyaratan Khusus | Izin usaha, peraturan zonasi komersial | Izin pembangunan, peraturan zonasi non-komersial |
Keuntungan | Fleksibilitas pengembangan bisnis | Kepastian hukum untuk penggunaan pribadi atau komunitas |
Kepemilikan | Hak atas bangunan di tanah bukan milik | Hak atas bangunan di tanah bukan milik |
Jangka Waktu | 30-50 tahun, dapat diperpanjang | 30-50 tahun, dapat diperpanjang |
Keamanan Hukum | Tinggi | Tinggi |
Meski berbeda dalam tujuan dan penggunaan, baik Sertifikat Hak Guna Bangunan untuk bangunan komersial maupun non-komersial memiliki kepastian hukum yang kuat dan memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya.
Perbedaan utamanya terletak pada tujuan penggunaan dan persyaratan yang harus dipenuhi sesuai dengan jenis bangunan yang didirikan saja.
Temukan agen properti berdasarkan kawasan incaran Anda di sini!
Menemukan rumah idaman di lokasi pemukiman incaran jadi gampang berkat agen properti profesional yang berpengalaman.
Aspek Hukum SHGB
Dasar Hukum SHGB di Indonesia
Sertifikat Hak Guna Bangunan diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang memastikan bahwa pemegang sertifikat ini memiliki hak yang sah atas penggunaan dan pengelolaan tanah yang bukan miliknya. Berikut adalah beberapa dasar hukum utama yang mengaturnya:
- Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960:
- UUPA adalah landasan utama bagi peraturan tanah di Indonesia. Pasal 35 UUPA menyatakan bahwa Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang.
- Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah:
- Peraturan ini memberikan rincian lebih lanjut mengenai prosedur pemberian, perpanjangan, dan pembaruan SHGB, serta hak dan kewajiban pemegang SHGB.
- Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan:
- Peraturan ini mengatur tata cara pemberian SHGB, termasuk persyaratan, prosedur pengajuan, dan proses verifikasi.
Hak dan Kewajiban Pemegang SHGB
a. Hak Pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan
- Mendirikan dan Memiliki Bangunan:
- Pemegang SHGB berhak mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah tersebut selama jangka waktu yang ditentukan.
- Mengalihkan Hak:
- Pemegang SHGB dapat mengalihkan haknya kepada pihak lain, baik melalui jual beli, warisan, hibah, atau cara lainnya yang sah menurut hukum.
- Menggunakan Bangunan:
- Pemegang SHGB berhak menggunakan bangunan tersebut untuk keperluan komersial atau non-komersial sesuai dengan izin yang diberikan.
- Memperpanjang atau Meningkatkan Status Hak:
- Pemegang SHGB memiliki hak untuk memperpanjang jangka waktu SHGB atau meningkatkan statusnya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
b. Kewajiban Pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan
- Mematuhi Peraturan dan Ketentuan:
- Pemegang SHGB harus mematuhi semua peraturan dan ketentuan yang berlaku, termasuk peraturan zonasi, tata ruang, dan perizinan.
- Membayar Pajak dan Retribusi:
- Pemegang SHGB wajib membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) serta retribusi lain yang ditetapkan oleh pemerintah.
- Menggunakan Tanah dan Bangunan Sesuai Izin:
- Tanah dan bangunan harus digunakan sesuai dengan izin yang diberikan dan tidak boleh digunakan untuk tujuan yang melanggar hukum.
- Merawat dan Memelihara Bangunan:
- Pemegang SHGB wajib merawat dan memelihara bangunan agar tetap dalam kondisi baik dan layak huni atau digunakan.
Jangka Waktu dan Perpanjangan SHGB
- Jangka Waktu SHGB:
- SHGB diberikan untuk jangka waktu tertentu, biasanya 30 tahun, namun dapat diberikan hingga 50 tahun tergantung pada kebijakan pemerintah daerah dan perjanjian yang dibuat.
- Perpanjangan SHGB:
- Pemegang SHGB dapat mengajukan perpanjangan sebelum jangka waktu berakhir. Perpanjangan ini biasanya diberikan untuk jangka waktu tambahan hingga 20 tahun.
- Proses perpanjangan melibatkan pengajuan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau kantor pertanahan setempat, yang mencakup verifikasi dokumen dan pembayaran biaya perpanjangan.
- Pembaruan SHGB:
- Setelah jangka waktu dan perpanjangan habis, pemegang SHGB dapat mengajukan pembaruan hak untuk mendapatkan SHGB yang baru. Pembaruan ini melibatkan proses administratif yang mirip dengan pengajuan awal, termasuk verifikasi dokumen dan penilaian kelayakan.
Dengan memahami aspek hukum SHGB, pemegang SHGB dapat memastikan bahwa hak mereka terlindungi dan kewajiban mereka dipenuhi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Mengapa Perumahan Baru Berstatus SHGB?
1. Keterbatasan Kepemilikan Tanah
Salah satu alasan utama mengapa perumahan baru sering kali berstatus Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SHGB adalah keterbatasan dalam kepemilikan tanah oleh pengembang atau developer.
Banyak pengembang tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli tanah dengan status Hak Milik (SHM), sehingga mereka memilih untuk mengembangkan properti di atas tanah dengan status Sertifikat Hak Guna Bangunan yang lebih ekonomis.
2. Kemudahan dalam Pengembangan
Pengembang properti lebih memilih Sertifikat Hak Guna Bangunan karena memberikan fleksibilitas dalam penggunaan dan pengembangan lahan. Dengan sertifikat ini, pengembang dapat lebih mudah mendapatkan izin untuk mendirikan bangunan komersial atau perumahan dibandingkan dengan tanah berstatus SHM yang mungkin memiliki lebih banyak pembatasan dalam penggunaan.
3. Proses Administratif yang Lebih Mudah
Proses perolehan Sertifikat Hak Guna Bangunan seringkali lebih sederhana dan cepat dibandingkan dengan SHM. Ini penting bagi pengembang yang ingin memulai proyek mereka secepat mungkin. Proses administrasi yang lebih mudah memungkinkan pengembang untuk segera memulai konstruksi dan menjual unit-unit perumahan kepada konsumen.
4. Biaya yang Lebih Rendah
Mengurus SHGB biasanya membutuhkan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan mengurus SHM. Biaya yang lebih rendah ini memungkinkan pengembang untuk mengalokasikan lebih banyak dana untuk pembangunan dan pemasaran perumahan baru. Penghematan biaya ini juga dapat membuat harga jual rumah lebih terjangkau bagi konsumen.
5. Kepastian Jangka Waktu yang Cukup Lama
Sertifikat Hak Guna Bangunan memberikan kepastian hukum bagi pemegangnya selama jangka waktu tertentu, biasanya 30 hingga 50 tahun. Jangka waktu ini cukup lama untuk memastikan pengembalian investasi bagi pengembang dan memberikan ketenangan bagi pembeli rumah bahwa mereka memiliki hak legal untuk tinggal di properti tersebut untuk jangka waktu yang lama.
6. Opsi Perpanjangan dan Peningkatan Status
SHGB dapat diperpanjang atau ditingkatkan statusnya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) di kemudian hari. Ini memberikan fleksibilitas tambahan bagi pemilik rumah yang mungkin ingin meningkatkan status kepemilikan tanah mereka di masa depan. Proses peningkatan ini biasanya melibatkan biaya dan administrasi tambahan, tetapi memberikan kepastian kepemilikan yang lebih tinggi.
7. Kebijakan Pemerintah
Beberapa kebijakan pemerintah mungkin mendukung penggunaan Sertifikat Hak Guna Bangunan untuk pembangunan perumahan, terutama dalam upaya untuk mempercepat pembangunan perumahan dan memenuhi kebutuhan akan perumahan yang terjangkau.
Perumahan baru sering kali berstatus Sertifikat Hak Guna Bangunan karena alasan-alasan praktis dan ekonomis. Pengembang properti dapat menghemat biaya, mempercepat proses pembangunan, dan tetap memberikan kepastian hukum bagi pembeli rumah.
Meskipun sertifikat ini memiliki batasan waktu, opsi perpanjangan dan peningkatan status ke SHM memberikan fleksibilitas tambahan bagi pemilik rumah di masa depan.
Proses Penerbitan SHGB
Langkah-langkah Pengajuan SHGB
- Persiapan Dokumen:
- Siapkan semua dokumen yang diperlukan untuk pengajuan Sertifikat Hak Guna Bangunan.
- Pengajuan Permohonan:
- Ajukan permohonan SHGB ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Kantor Pertanahan setempat.
- Pembayaran Biaya:
- Bayar biaya administrasi yang diperlukan untuk proses pengajuan Sertifikat Hak Guna Bangunan. Besaran biaya bervariasi tergantung pada luas tanah dan kebijakan daerah.
- Survei Lapangan:
- Petugas dari BPN akan melakukan survei lapangan untuk memverifikasi kondisi tanah dan bangunan.
- Verifikasi Dokumen:
- BPN akan memeriksa dan memverifikasi semua dokumen yang telah diajukan.
- Pengumuman:
- Proses pengumuman dilakukan untuk memberi kesempatan bagi pihak-pihak yang mungkin memiliki keberatan atau klaim atas tanah tersebut.
- Penerbitan Sertifikat:
- Setelah semua tahapan selesai dan tidak ada keberatan yang sah, BPN akan menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Dokumen yang Diperlukan
- Formulir Permohonan:
- Formulir permohonan Sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah diisi lengkap dan ditandatangani.
- Identitas Pemohon:
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon.
- Fotokopi Kartu Keluarga (KK) pemohon (jika diperlukan).
- Surat Kuasa:
- Jika pengajuan dilakukan melalui kuasa, lampirkan surat kuasa yang sah dan fotokopi KTP penerima kuasa.
- Dokumen Tanah:
- Fotokopi Sertifikat Hak Atas Tanah (SHM atau SHP) jika tanah tersebut sebelumnya sudah memiliki sertifikat.
- Fotokopi Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) atau Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
- Dokumen Pendukung:
- Surat pernyataan tidak sengketa.
- Peta bidang tanah yang dikeluarkan oleh BPN.
- Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terakhir.
- Laporan Penilaian Tanah:
- Jika diperlukan, lampirkan laporan penilaian tanah yang dilakukan oleh penilai independen.
Proses Verifikasi dan Penerbitan Sertifikat
- Pemeriksaan Awal:
- Petugas BPN melakukan pemeriksaan awal terhadap dokumen-dokumen yang diajukan. Jika ada kekurangan, pemohon akan diminta untuk melengkapinya.
- Survei dan Pengukuran:
- Tim survei dari BPN akan melakukan pengukuran tanah dan memastikan batas-batas lahan sesuai dengan dokumen yang diajukan.
- Verifikasi Lapangan:
- Verifikasi kondisi lapangan untuk memastikan bahwa tanah yang dimohonkan tidak dalam sengketa dan sesuai dengan penggunaan yang diizinkan.
- Pengumuman Publik:
- Pengumuman dilakukan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat atau pihak lain yang mungkin memiliki klaim atas tanah tersebut. Pengumuman biasanya berlangsung selama 30 hari.
- Penyelesaian Keberatan (jika ada):
- Jika ada keberatan atau klaim dari pihak lain, BPN akan menyelesaikan masalah tersebut sebelum melanjutkan proses penerbitan sertifikat.
- Penerbitan Sertifikat:
- Setelah semua tahapan selesai dan tidak ada masalah yang menghalangi, BPN akan menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan menyerahkannya kepada pemohon.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini dan memastikan semua dokumen yang diperlukan lengkap, pemohon dapat memperoleh SHGB dengan proses yang lancar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Contoh Kasus SHGB
a. Studi Kasus SHGB dalam Penggunaan Properti Komersial
Kasus: Pembangunan Ruko di Kawasan Bisnis
Latar Belakang:
Sebuah perusahaan pengembang properti, PT Properti Maju Jaya, memutuskan untuk membangun kompleks ruko (rumah toko) di kawasan bisnis strategis di Jakarta. Tanah yang digunakan adalah tanah negara dengan status SHGB. PT Properti Maju Jaya mengajukan permohonan SHGB dengan jangka waktu 30 tahun, yang kemudian dapat diperpanjang.
Proses:
- PT Properti Maju Jaya mengajukan permohonan SHGB ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
- Setelah melalui semua proses administrasi, survei, dan verifikasi, BPN menerbitkan SHGB untuk lahan tersebut.
- PT Properti Maju Jaya mulai membangun kompleks ruko yang terdiri dari 50 unit.
Penggunaan: Ruko-ruko tersebut dijual kepada para pengusaha kecil dan menengah yang membutuhkan tempat usaha di kawasan strategis.
Keuntungan:
- Fleksibilitas Pengembangan: PT Properti Maju Jaya dapat dengan mudah membangun dan menjual unit ruko.
- Keuntungan Finansial: Penjualan unit ruko memberikan keuntungan besar bagi pengembang.
- Legalitas dan Kepastian: Pembeli ruko mendapatkan kepastian hukum atas hak guna bangunan yang dimiliki.
Kerugian:
- Batasan Waktu: SHGB memiliki batas waktu yang memerlukan perpanjangan di masa depan.
- Biaya Perpanjangan: Ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk memperpanjang SHGB.
b. Studi Kasus SHGB dalam Penggunaan Properti Non-Komersial
Kasus: Pembangunan Perumahan Subsidi
Latar Belakang:
Pemerintah bekerja sama dengan sebuah perusahaan pengembang, PT Sejahtera Bangun, untuk membangun perumahan subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah di pinggiran kota Bandung. Lahan yang digunakan berstatus SHGB dengan jangka waktu 30 tahun.
Proses:
- PT Sejahtera Bangun mengajukan permohonan SHGB ke BPN.
- Setelah melalui proses administrasi dan survei, BPN menerbitkan SHGB.
- PT Sejahtera Bangun membangun 200 unit rumah subsidi.
Penggunaan: Rumah-rumah tersebut dijual kepada masyarakat berpenghasilan rendah dengan skema pembiayaan yang terjangkau.
Keuntungan:
- Akses Perumahan: Masyarakat berpenghasilan rendah dapat memiliki rumah dengan harga terjangkau.
- Kepastian Hukum: Pembeli rumah mendapatkan kepastian hukum atas hak guna bangunan.
- Dukungan Pemerintah: Proyek ini mendapatkan dukungan dan insentif dari pemerintah.
Kerugian:
- Batasan Waktu: SHGB harus diperpanjang setelah 30 tahun.
- Keterbatasan Hak: Masyarakat hanya memiliki hak guna bangunan, bukan hak milik penuh atas tanah.
c. Analisis Keuntungan dan Kerugian Memiliki SHGB
Keuntungan
- Keamanan Hukum:
- SHGB memberikan kepastian hukum bagi pemegangnya untuk menggunakan tanah dan mendirikan bangunan di atasnya.
- Fleksibilitas Penggunaan:
- SHGB dapat digunakan untuk berbagai keperluan, baik komersial maupun non-komersial.
- Biaya yang Lebih Rendah:
- Biaya perolehan SHGB biasanya lebih rendah dibandingkan dengan hak milik penuh atas tanah (SHM).
- Opsi Perpanjangan:
- SHGB dapat diperpanjang setelah jangka waktu habis, memberikan fleksibilitas jangka panjang bagi pemegangnya.
- Peningkatan Status:
- SHGB dapat ditingkatkan menjadi SHM, memberikan kepemilikan penuh atas tanah.
Kerugian
- Batasan Waktu:
- SHGB memiliki jangka waktu terbatas (biasanya 30-50 tahun) yang harus diperpanjang.
- Biaya Perpanjangan:
- Perpanjangan SHGB memerlukan biaya tambahan dan proses administrasi.
- Keterbatasan Hak:
- Pemegang SHGB hanya memiliki hak atas bangunan, bukan hak milik penuh atas tanah.
- Resiko Perpanjangan:
- Ada kemungkinan bahwa perpanjangan SHGB tidak disetujui oleh pemerintah, tergantung pada kebijakan yang berlaku di masa depan.
Dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian ini, individu dan perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih informasi tentang penggunaan dan pengelolaan properti dengan status SHGB.
Cara Meningkatkan SHGB ke SHM
Syarat dan Ketentuan untuk Meningkatkan SHGB ke SHM
- Status Kewarganegaraan:
- Pemohon harus Warga Negara Indonesia (WNI) karena Sertifikat Hak Milik (SHM) hanya dapat dimiliki oleh WNI.
- Lahan Tidak dalam Sengketa:
- Tanah yang dimohonkan harus bebas dari sengketa dan memiliki bukti kepemilikan yang sah.
- Tanah Harus Sesuai dengan Rencana Tata Ruang:
- Penggunaan tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi yang berlaku.
- Persetujuan Pemegang Hak Atas Tanah:
- Jika tanah tersebut masih dalam penguasaan pihak lain atau pemerintah, harus ada persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
- Tidak Berstatus Tanah Negara:
- Tanah yang dimohonkan untuk peningkatan status harus sudah dalam penguasaan penuh pemohon dan tidak berstatus tanah negara.
Proses Administrasi yang Harus Dilalui
- Persiapan Dokumen:
- Siapkan semua dokumen yang diperlukan untuk mengajukan peningkatan status dari SHGB ke SHM.
- Pengajuan Permohonan:
- Ajukan permohonan peningkatan status ke Kantor Pertanahan setempat dengan membawa semua dokumen yang telah dipersiapkan.
- Pemeriksaan Administratif:
- Petugas Kantor Pertanahan akan memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen yang diajukan.
- Survei dan Pengukuran:
- Petugas dari Kantor Pertanahan akan melakukan survei dan pengukuran tanah untuk memastikan kondisi lahan sesuai dengan dokumen.
- Penerbitan SK Hak Milik:
- Setelah pemeriksaan dan survei selesai, Kantor Pertanahan akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Hak Milik sebagai dasar penerbitan SHM.
- Pembayaran Biaya:
- Pemohon harus membayar biaya administrasi dan biaya lain yang ditetapkan oleh Kantor Pertanahan.
- Penerbitan SHM:
- Setelah semua proses selesai dan biaya telah dibayar, Kantor Pertanahan akan menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan menyerahkannya kepada pemohon.
Dokumen yang Diperlukan
- Fotokopi KTP Pemohon:
- Identitas pemohon yang sah.
- Fotokopi Kartu Keluarga (KK):
- Bukti susunan keluarga pemohon.
- Sertifikat SHGB Asli:
- Sertifikat Hak Guna Bangunan yang ingin ditingkatkan statusnya.
- Surat Permohonan:
- Surat permohonan peningkatan status dari SHGB ke SHM.
- Surat Pernyataan:
- Surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam sengketa.
- Bukti Pembayaran PBB:
- Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terakhir.
- Izin Mendirikan Bangunan (IMB):
- Jika bangunan sudah ada di atas tanah tersebut.
Waktu dan Estimasi Biaya Peningkatan Status SHGB ke SHM
Proses peningkatan status dari SHGB ke SHM biasanya memakan waktu antara 3 hingga 6 bulan, tergantung pada kelengkapan dokumen dan proses verifikasi di Kantor Pertanahan setempat.
Sedangkan untuk biaya peningkatan status dari Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) ke Sertifikat Hak Milik (SHM) dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor seperti luas tanah, nilai tanah, dan peraturan daerah. Berikut adalah estimasi biaya yang mungkin dikenakan, disertai penjelasan umum:
1. Biaya Administrasi Pengajuan
- Estimasi Biaya:
- Rp500.000 – Rp2.000.000
- Penjelasan:
- Biaya ini mencakup biaya untuk pengajuan permohonan, administrasi dokumen, dan proses pendaftaran di Kantor Pertanahan setempat. Biaya administrasi ini mungkin berbeda-beda berdasarkan kebijakan lokal.
2. Biaya Survei dan Pengukuran
- Estimasi Biaya:
- Rp1.000.000 – Rp5.000.000
- Penjelasan:
- Biaya ini untuk survei dan pengukuran tanah yang dilakukan oleh petugas atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh Kantor Pertanahan. Biaya ini tergantung pada ukuran dan lokasi tanah. Tanah yang luas atau terletak di area dengan akses yang sulit mungkin memerlukan biaya survei yang lebih tinggi.
3. Biaya Penerbitan SK Hak Milik
- Estimasi Biaya:
- Rp500.000 – Rp1.500.000
- Penjelasan:
- Biaya ini mencakup penerbitan Surat Keputusan (SK) Hak Milik oleh Kantor Pertanahan setelah proses verifikasi selesai. Biaya ini mungkin termasuk biaya administrasi internal dan pembuatan dokumen resmi.
4. Biaya Sertifikat Baru
- Estimasi Biaya:
- Rp500.000 – Rp1.000.000
- Penjelasan:
- Biaya ini untuk pembuatan dan penerbitan Sertifikat Hak Milik yang baru. Biaya ini mencakup pencetakan sertifikat dan administrasi terkait.
Total Estimasi Biaya
- Rentang Biaya Total:
- Rp 2.500.000 – Rp 9.500.000
- Penjelasan:
- Total biaya ini adalah akumulasi dari semua biaya yang disebutkan di atas. Rentang biaya ini memberikan gambaran umum tentang potensi biaya yang diperlukan untuk proses peningkatan status SHGB ke SHM. Biaya sebenarnya mungkin lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kebijakan setempat, ukuran tanah, dan kompleksitas kasus.
Untuk mendapatkan estimasi biaya yang lebih akurat, sebaiknya pemohon menghubungi Kantor Pertanahan setempat atau berkonsultasi dengan notaris atau konsultan pertanahan.
Itulah penjelasan lengkap terkait artikel Pengertian SHGB, Jenis, Bedanya dengan SHM, Cara Meningkatkannya ke SHM. Semoga informasi yang kami berikan bermanfaat, terutama bagi PropKlikers yang hendak membeli rumah, membangun rumah, atau mungkin berencana merenovasi huniannya.
PropertyKlik.com: Portal Properti Terpercaya untuk Wujudkan Hunian Impian Anda #KlikAja