PropertyKlik.com – Undang-undang Pertanahan tentang sertifikat tanah ini wajib dipahami guna melindungi aset properti yang Anda miliki. Sebagai contoh, di Indonesia, dahulu orang tua memberikan warisan berupa tanah pada anak cucunya. Namun sayangnya, tidak sedikit tanah yang diwariskan sering kali belum terdaftar atau tidak memiliki sertifikat tanah resmi.
Hal ini sangat berbahaya karena rentan dibalik nama oleh oknum tak bertanggung jawab, mengingat permintaan dan harga tanah terus naik setiap tahunnya. Jangan disepelekan, undang-undang pertanahan tentang sertifikat tanah pun telah mengatur mengenai pendaftaran tanah dan pentingnya dokumen tersebut.
Melalui artikel berikut, yuk tambah wawasan dan simak penjelasan selengkapnya mengenai undang-undang pertanahan tentang sertifikat tanah lewat poin-poin berikut:
Rekomendasi Rumah di Jakarta Utara, Akses Mudah, Fasilitas Juara
Temukan beragam pilihan rumah di Jakarta Utara. Fasilitas kawasan lengkap tersedia, akses mudah, infrastruktur paling juara.
- Undang-undang Pertanahan tentang Sertifikat Tanah
- 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
- 2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997)
- 3. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2016 tentang Bentuk dan Isi Sertifikat Hak Atas Tanah
- Tujuan Undang-Undang Pertanahan tentang Sertifikat Tanah
- Fungsi dan Manfaat Undang-Undang Pertanahan tentang Sertifikat Tanah
- Jenis-Jenis Kepemilikan Tanah
- Fungsi Undang-Undang Pertanahan tentang Sertifikat Tanah dalam Penyelesaian Kasus Sengketa Tanah
Undang-undang Pertanahan tentang Sertifikat Tanah
Pengertian Undang-undang pertanahan tentang sertifikat tanah merujuk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang bukti kepemilikan hak atas tanah, yaitu sertifikat tanah.
Beberapa landasan hukum utama yang mengatur tentang sertifikat tanah di Indonesia adalah:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
- Pasal 24 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa hak atas tanah dibuktikan dengan sertifikat.
- Pasal 25 UUPA mengatur tentang penerbitan sertifikat.
- Pasal 26 UUPA mengatur tentang bentuk dan isi sertifikat.
- Pasal 27 UUPA mengatur tentang pendaftaran sertifikat.
- Pasal 28 UUPA mengatur tentang pemeliharaan dan perubahan sertifikat.
- Pasal 29 UUPA mengatur tentang penghapusan sertifikat.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997)
- Pasal 1 ayat (20) PP 24/1997 mendefinisikan sertifikat sebagai surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah.
- Pasal 19 PP 24/1997 mengatur tentang persyaratan dan tata cara permohonan penerbitan sertifikat.
- Pasal 20 PP 24/1997 mengatur tentang pemeriksaan permohonan penerbitan sertifikat.
- Pasal 21 PP 24/1997 mengatur tentang penerbitan sertifikat.
- Pasal 22 PP 24/1997 mengatur tentang penyerahan sertifikat.
- Pasal 23 PP 24/1997 mengatur tentang pemeliharaan sertifikat.
- Pasal 24 PP 24/1997 mengatur tentang perubahan sertifikat.
- Pasal 25 PP 24/1997 mengatur tentang penghapusan sertifikat.
3. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2016 tentang Bentuk dan Isi Sertifikat Hak Atas Tanah
Peraturan ini mengatur tentang bentuk dan isi sertifikat hak atas tanah yang meliputi:
- Jenis sertifikat
- Nomor sertifikat
- Nama pemegang hak
- Letak dan luas tanah
- Batasan tanah
- Hak yang terdaftar
- Beban tanah
- Tanda tangan pejabat pembuat akta tanah
- Stempel kantor pertanahan
Temukan agen properti berdasarkan kawasan incaran Anda di sini!
Menemukan rumah idaman di lokasi pemukiman incaran jadi gampang berkat agen properti profesional yang berpengalaman.
Tujuan Undang-Undang Pertanahan tentang Sertifikat Tanah
Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah, tujuan undang-undang pertanahan tentang sertifikat tanah adalah memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 3 huruf a pada pemegang hal yang bersangkutan.
Isi dari Pasal 3 huruf a sendiri ialah pendaftaran tanah bertujuan untuk: “Memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.“
Jadi sertifikat tanah dikeluarkan untuk kepentingan pemegang hak atas tanah/bangunan tersebut. Dalam sertifikat tanah biasanya tercantum nomor sertifikat, lokasi dan ukuran lahan, nama pemilik sah, sampai tanda bukti hak.
Lebih lengkapnya, peraturan dan perundang-undangan tentang sertifikat tanah di Indonesia memiliki beberapa tujuan utama, yaitu:
1. Memberikan Kepastian Hukum bagi Pemilik Hak Atas Tanah
Sertifikat tanah merupakan bukti otentik kepemilikan hak atas tanah yang diakui oleh negara. Hal ini memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah, sehingga mereka terhindar dari sengketa tanah dan dapat memanfaatkan tanah mereka dengan tenang.
2. Memperlancar Transaksi Jual Beli Tanah
Sertifikat tanah menjadi syarat utama dalam melakukan transaksi jual beli tanah. Dengan adanya sertifikat tanah, proses jual beli tanah menjadi lebih mudah, aman, dan terhindar dari penipuan.
3. Meningkatkan Pendapatan Negara
Penerbitan sertifikat tanah dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang cukup signifikan.
4. Mendorong Pemanfaatan Tanah secara Efektif dan Efisien
Dengan adanya kepastian hukum atas kepemilikan tanah, pemilik tanah akan lebih termotivasi untuk memanfaatkan tanah mereka secara efektif dan efisien.
5. Mempermudah Pendaftaran Hak Tanggungan
Sertifikat tanah dapat menjadi jaminan atau agunan untuk kredit bank. Hal ini mendorong masyarakat untuk melakukan usaha dan meningkatkan perekonomian.
6. Mempermudah Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Sertifikat tanah menjadi dasar perhitungan PBB. Dengan adanya sertifikat tanah, proses pembayaran PBB menjadi lebih mudah dan akurat.
7. Mendukung Perencanaan Tata Ruang Wilayah
Data kepemilikan tanah yang tercantum dalam sertifikat tanah dapat digunakan untuk menyusun perencanaan tata ruang wilayah yang lebih baik.
Undang-undang dan peraturan perundang-undangan tentang sertifikat tanah di Indonesia memiliki tujuan yang mulia, yaitu untuk memberikan kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah, memperlancar transaksi jual beli tanah, meningkatkan pendapatan negara, mendorong pemanfaatan tanah secara efektif dan efisien, mempermudah pendaftaran hak tanggungan, mempermudah pembayaran PBB, dan mendukung perencanaan tata ruang wilayah.
Fungsi dan Manfaat Undang-Undang Pertanahan tentang Sertifikat Tanah
Undang-undang dan peraturan perundang-undangan tentang sertifikat tanah di Indonesia memiliki beberapa fungsi dan manfaat penting, baik bagi pemilik tanah, masyarakat umum, maupun pemerintah. Berikut adalah penjelasannya:
Fungsi Sertifikat Tanah
- Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah: Sertifikat tanah merupakan bukti otentik dan kuat atas kepemilikan hak atas tanah yang diakui oleh negara. Hal ini memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah dan mencegah terjadinya sengketa kepemilikan tanah.
- Syarat Melakukan Transaksi Jual Beli Tanah: Sertifikat tanah menjadi syarat utama dan wajib dalam proses jual beli tanah. Keberadaannya mempermudah dan mengamankan transaksi, serta meminimalisir potensi penipuan.
- Dasar Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Luas dan nilai tanah yang tercantum dalam sertifikat tanah menjadi dasar perhitungan PBB. Hal ini membantu pemerintah dalam mengoptimalkan pendapatan negara dari sektor pertanahan.
- Agunan Kredit Bank: Sertifikat tanah dapat digunakan sebagai jaminan atau agunan untuk mendapatkan kredit bank. Hal ini membantu masyarakat dan pelaku usaha dalam mengakses modal untuk mengembangkan usahanya.
- Pendukung Perencanaan Tata Ruang Wilayah: Data kepemilikan tanah yang tercantum dalam sertifikat tanah dapat menjadi data penting dalam menyusun perencanaan tata ruang wilayah yang lebih tertata dan rapi.
Manfaat Sertifikat Tanah
- Meningkatkan Kepastian Hukum: Keberadaan sertifikat tanah memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah, sehingga mereka dapat memanfaatkan tanahnya dengan tenang dan terhindar dari sengketa.
- Mempermudah Transaksi Jual Beli Tanah: Proses jual beli tanah menjadi lebih mudah, aman, dan terhindar dari penipuan dengan adanya sertifikat tanah.
- Meningkatkan Pendapatan Negara: Penerbitan sertifikat tanah dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang cukup signifikan.
- Mendorong Pemanfaatan Tanah Efektif dan Efisien: Kepastian hukum atas kepemilikan tanah mendorong pemilik tanah untuk memanfaatkan tanahnya secara efektif dan efisien.
- Mempermudah Pendaftaran Hak Tanggungan: Sertifikat tanah dapat menjadi jaminan atau agunan untuk mendapatkan kredit bank, sehingga mempermudah proses pendaftaran hak tanggungan.
- Mempermudah Pembayaran PBB: Proses pembayaran PBB menjadi lebih mudah dan akurat dengan adanya sertifikat tanah sebagai dasar perhitungan PBB.
- Mendukung Perencanaan Tata Ruang Wilayah: Data kepemilikan tanah dalam sertifikat tanah membantu pemerintah dalam menyusun perencanaan tata ruang wilayah yang lebih baik.
Jenis-Jenis Kepemilikan Tanah
Dengan mengetahui isi undang-undang pertanahan tentang sertifikat tanah, kini Anda telah memahami jika setiap pemilik lahan harus bisa membuktikan kepemilikannya melalui dokumen yang sah di mata hukum.
Jika terlibat dalam jual beli, jangan sampai Anda membeli suatu lahan/rumah dengan sertifikat tanah bermasalah atau palsu karena akan menimbulkan sengketa. Selain itu, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria berikut 4 jenis kepemilikan tanah yang harus dimengerti:
1. Hak Milik
Hak Milik atau dikenal juga Sertifikat Hak Milik merupakan jenis kepemilikan tanah paling kuat dan fundamental. Dalam pasal 20-27 dijelaskan jika seseorang memiliki jenis hak ini maka lahan yang tertera dalam sertifikat dapat dikuasai secara penuh tanpa batas waktu.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963, hak kepemilikan hanya bisa didapatkan oleh WNI dan badan hukum tertentu.
2. Hak Guna Usaha
Tahukah Anda, tanah yang dikuasai oleh pemerintah dapat digunakan oleh individu atau kelompok untuk menjalankan usaha?
Hak pakai tersebut dikenal juga dengan Hak Guna Usaha (HGU) dimana seseorang atau badan dapat memanfaatkan tanah negara sebagai usaha pertanian, peternakan, atau perikanan.
Jenis kepemilikan ini tidak bisa dipindah tangan menjadi pribadi karena masa pakai untuk individu maksimal 25 tahun sementara untuk badan 35 tahun. Namun, hak tersebut masih bisa diperpanjang 25 tahun dan diperbarui selama 35 tahun.
3. Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak seseorang atau badan hukum tertentu untuk mendirikan bangunan di atas lahan yang bukan miliknya.
Sekilas mirip dengan HGU namun HGB lebih diperuntukkan bagi kawasan industri, perumahan, bisnis, dan komersial.
Sebagai contoh jika membeli unit apartemen dengan status lahan milik developer, maka status kepemilikannya adalah HGB Hak Milik. Karena itu, pembeli unit apartemen tidak bisa menguasai secara penuh karena lahan tempat mendirikan bangunan merupakan milik orang lain.
Untuk menggunakan apartemen, pemilik diberikan waktu 30 tahun dan dapat memperpanjang masa guna selama 20 tahun serta diperbarui selama 30 tahun.
4. Hak Pakai
Terakhir, ada hak pakai atau hak seseorang atau badan hukum tertentu untuk memakai dan/atau mengambil hasil atau produk dari suatu tanah yang bukan miliknya.
Tidak sembarangan memakai tanah orang lain, biasanya lahan yang bisa digunakan atau diambil hasilnya merupakan milik individu, badan usaha, atau negara.
Jika memiliki status kepemilikan hak pakai, maka bisa memanfaatkan lahan selama 25 tahun dengan perpanjangan hingga 20 tahun dan diperbarui selama 25 tahun.
Fungsi Undang-Undang Pertanahan tentang Sertifikat Tanah dalam Penyelesaian Kasus Sengketa Tanah
Setelah membaca rangkuman undang-undang pertanahan tentang sertifikat tanah di atas, Anda tentu sudah memahami bahwa akan sulit bagi seseorang membuktikan kepemilikannya tanpa sertifikat tanah.
Hal ini berlaku ketika lahan yang dimiliki seseorang mengalami sengketa akibat ada pihak lain yang mengklaim kepemilikannya. Dengan adanya undang-undang pertanahan, pemilik sah dapat melihat aturan yang melindunginya dan sebagai referensi untuk pengambilan tindakan hukum selanjutnya.
Perlu diketahui, dalam undang-undang pertanahan sering disebutkan langkah yang bisa diambil pemilik lahan dalam menanggapi sengketa. Seperti pada PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 27 ayat (2) yang menjelaskan jika ada yang mengajukan keberatan atas pendaftaran tanah, langkah utama yang dilakukan adalah menyelesaikan masalah melalui musyawarah.
Dilanjutkan pada ayat (3), jika usaha penyelesaian tersebut tidak membawa hasil, pihak yang mengajukan keberatan dapat mengajukan gugatan mengenai data fisik dan atau data yuridis ke pengadilan.
Sebagai contoh, Anda pemilik lahan bisa mengutip PP Pendaftaran Tanah Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 32 yang menjelaskan jika sertifikat hak atas tanah merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
Oleh karena itu, Anda tidak perlu lagi takut jika ada oknum mafia tanah yang mengklaim lahan secara sepihak. Segera laporkan pada kantor pertanahan setempat dan ikuti prosedur penyelesaian masalah yang berlaku.
Itulah penjelasan lengkap terkait Undang-undang Pertanahan tentang sertifikat tanah. Semoga informasi yang kami berikan bermanfaat, terutama bagi PropKlikers yang hendak membeli rumah, apartemen, atau tanah.
PropertyKlik.com: Portal Properti Terpercaya untuk Wujudkan Hunian Impian Anda #KlikAja