PropertyKlik.com – Hukum agraria adalah hukum yang berkaitan dengan pertanahan. Begitulah pengertian secara sederhananya. Hukum ini memiliki peran krusial dalam mengatur hubungan hukum yang terkait dengan penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah.
Di beberapa negara, hukum ini juga mencakup pengaturan mengenai perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat terhadap tanah tradisional mereka. Selain itu, hukum agraria melindungi tanah yang digunakan untuk tujuan-tujuan publik, seperti taman nasional, danau, dan area lainnya.
Dengan memiliki pemahaman yang kuat tentang hukum yang terkait pertanahan seperti ini, kita jadi dapat mengetahui bagaimana perannya membentuk kerangka hukum yang mengatur tanah dan properti yang merupakan salah satu aset utama dalam masyarakat.
Jadi, penting untuk mengetahui secara lebih rinci elemen-elemen kunci yang membentuk dasar dari hukum pertanahan ini. Untuk memberikan wawasan mendalam tentang bidang hukum yang sangat penting ini, maka berikut adalah poin-poin yang akan diulas lengkap dalam artikel ini:
Rekomendasi Rumah Strategis dan Nyaman di Jakarta Selatan
Temukan beragam pilihan rumah di Jakarta Selatan seperti di Cilandak, Jagakarsa, Kebayoran, hingga Kawasan Sudirman. Legalitas aman, dengan beragam kemudahan sistem pembayaran.
Pengertian Hukum Agraria Adalah
Secara etimologi, hukum adalah seperangkat aturan tingkah laku manusia yang berlaku dalam masyarakat, sedangkan agraria artinya tanah, ladang, tanah pertanian, segala, yang berkaitan dengan tanah. Jadi bisa dikatakan bahwa hukum agraria adalah keseluruhan peraturan hidup manusia/kaidah hukum yang mengatur masalah agraria.
Hukum agraria dalam ilmu hukum sebenarnya memiliki pengertian yang lebih luas. Jika kita tengok Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dinyatakan bahwa agraria berarti urusan pertanahan dan atau tanah pertanahan serta urusan pemilikan atas tanah. Namun, hukum ini membahas materi yang lebih luas daripada sekedar yang berkaitan dengan tanah semata.
Hukum agraria ialah suatu kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai bumi, air dalam batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terdapat di dalam bumi, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis.
Lebih jauh, pengertiannya mencakup aturan dan regulasi yang mengatur hubungan antara individu atau kelompok terkait lahan, dengan tanah. Hukum ini memastikan adanya kerangka hukum yang jelas terkait pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan lahan. Ini mencakup segala aspek mulai dari perolehan hak tanah hingga pertikaian terkait kepemilikan.
Hukum Agraria Berdasarkan Pendapat Ahli
Secara ringkas dan sederhana, hukum agraria adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang dan tanah juga dengan orang lain. Sudikno Mertokusumo menerangkan bahwa hukum yang dikenal pula dengan hukum tanah ini pada intinya memberikan perlindungan kepentingan orang terhadap orang lain mengenai tanah.
Menurut Subekti, hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan hukum, baik perdata, tata negara, ataupun hukum tata usaha negara yang mengatur hubungan antara orang (termasuk badan hukum) dengan bumi, air, dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan tertentu.
Untuk lebih lengkapnya, berikut adalah hukum agraria berdasarkan pendapat para ahli:
1. Soebekti dan R. Tjitrosoedibio:
Hukum Agraria (Agrarisch dan Recht) adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan hukum, baik perdata maupun tata negara (Staatsrecht) maupun tata usaha negara ( Administratifrecht) yang mengatur hubungan-hubungan antara orang termasuk badan hukum dengan bumi,air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan-hubungan tersebut.
2. Boedi Harsono:
Merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu.
3. Bachsan Mustafa:
Sebagai sebuah himpunan peraturan yang mengatur tentang bagaimana para pejabat pemerintah menjalankan tugas mereka di bidang keagrarian.
5. Gouw Giok Siong:
Adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai agraria secara lebih luas, tidak hanya mengenai tanah saja. Misalnya persoalan jaminan tanah untuk hutang, seperti ikatan kredit atau ikatan panen, sewa menyewa antar golongan, pemberian izin untuk peralihan hak-hak atas tanah dan barang tetap dan sebagainya.
6. S. J. Fockema Andrea:
Adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai usaha dan tanah pertanian, tersebar dalam berbagai bidang hukum (hukum perdata dan hukum pemerintahan) di mana disajikan sebagai suatu kesatuan untuk keperluan studi tertentu yang bertalian dengan pertanian dan pemilikan hak atas tanah.
Temukan agen properti berdasarkan kawasan incaran Anda di sini!
Menemukan rumah idaman di lokasi pemukiman incaran jadi gampang berkat agen properti profesional yang berpengalaman.
Tujuan Hukum Agraria
Hukum agraria bertujuan untuk mengatur dan mengelola penggunaan tanah dan sumber daya alam di dalamnya, serta menjamin hak atas tanah bagi setiap warga negara. Beberapa tujuan utamanya mencakup:
- Pembagian Tanah: Membantu menentukan siapa yang memiliki hak atas tanah dan bagaimana tanah tersebut digunakan.
- Pemberian Tanah Bagi Masyarakat: Memastikan bahwa tanah digunakan secara adil dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang berkembang.
- Perlindungan Lingkungan: Membantu memastikan bahwa tanah dan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya digunakan dengan bijaksana dan tidak merugikan lingkungan.
- Pengembangan Ekonomi: Memfasilitasi pengembangan sektor ekonomi seperti pertanian, perkebunan, dan perikanan dengan memastikan adanya akses yang adil terhadap tanah dan sumber daya alam yang ada.
- Kesejahteraan Masyarakat: Memastikan bahwa masyarakat memiliki akses yang adil dan layak terhadap tanah dan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
- Perlindungan Hak Ulayat: Memastikan bahwa hak-hak adat masyarakat tradisional atas tanah dan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya dilindungi dan diakui.
Jenis Hukum Agraria
Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) adalah undang-undang di Indonesia yang mengatur tentang hak atas tanah dan pengaturan hubungan-hubungan agraria. Undang-undang ini menetapkan prinsip dasar dalam penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah, serta hak dan kewajiban yang terkait.
UU Pokok Agraria menjadi dasar hukum bagi pengelolaan sumber daya tanah dan menjamin hak-hak masyarakat terkait tanah. Hukum ini setelah adanya UUPA dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Hukum Agraria Perdata (Keperdataan)
Adalah bagian dari hukum perdata yang mengatur tentang tanah dan hak atas tanah. Jenis hukum ini mencakup aturan dan regulasi yang berlaku untuk pemilikan, pemanfaatan, dan pengalihan hak atas tanah, serta masalah-masalah lain yang terkait dengan tanah.
Dalam hukum ini, berbagai isu seperti hak kepemilikan tanah, perjanjian jual beli tanah, pemindahan hak atas tanah, dan pembagian tanah dalam hubungan antar pihak yang terlibat diatur.
Di sisi lain, hukum agraria pidana mengatur tindakan-tindakan yang merugikan masyarakat dan lingkungan terkait dengan tanah. Hukum ini melibatkan pelanggaran hukum seperti perusakan tanah, pencemaran lingkungan, atau tindakan kriminal lainnya yang berdampak negatif pada aspek agraria.
b. Hukum Agraria Administrasi (Administratif)
Membahas tentang prosedur dan aturan administrasi yang terkait dengan pengelolaan tanah dan sumber daya alam. Hal ini mencakup peraturan, regulasi, dan prosedur yang berlaku bagi pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan tanah dan sumber daya alam.
Hukum dari sisi administrasi melibatkan berbagai aspek, seperti pengelolaan tanah pertanian, pengelolaan hutan, pengelolaan air, dan pengelolaan sumber daya mineral. Selain itu, hal ini juga meliputi prosedur untuk pembebasan tanah, pembagian tanah, pengalihan hak atas tanah, dan penerapan sanksi administratif terhadap pelanggar hukum.
Kehadiran hukum ini sangat penting karena memberikan pedoman yang jelas dan prosedur yang berlaku bagi pemerintah dan masyarakat dalam mengelola tanah dan sumber daya alam. Ini memastikan bahwa pemanfaatan tanah dan sumber daya alam dilakukan dengan bijaksana dan adil, serta memenuhi tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan adil.
Secara keseluruhan, hukum dari sudut administrasi ini memainkan peran penting dalam memastikan bahwa pengelolaan tanah dan sumber daya alam dilakukan secara bijaksana, adil, dan sesuai dengan standar hukum serta kebijakan pembangunan nasional.
Sejarah Hukum Agraria
Sejarah hukum ini mencakup perkembangan regulasi dan norma-norma hukum yang terkait dengan penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah. Di Indonesia, beberapa peristiwa sejarah yang signifikan dalam konteks hukum agraria melibatkan penjajahan, perjuangan kemerdekaan, dan pembentukan negara.
1. Zaman Kolonial
Abad ke-17 hingga awal abad ke-20: Pada masa penjajahan Belanda, hukum agraria di Indonesia dipengaruhi oleh kebijakan kolonial. Sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan tanam wajib (verplichte cultures) memberikan pengaruh besar terhadap hubungan masyarakat dengan tanah.
2. Era Kemerdekaan
1945 hingga 1960: Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, perlunya mengatur ulang hubungan masyarakat dengan tanah menjadi semakin mendesak. Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1960 menjadi tonggak penting dalam menciptakan landasan hukum yang baru dan mencerminkan semangat reformasi agraria.
3. Reformasi Agraria
- 1960: UUPA (UU No. 5 Tahun 1960) diberlakukan, memberikan landasan hukum baru terkait hak atas tanah dan mengatur penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah.
- 1965 – 1998: Masa Orde Baru di Indonesia melibatkan kebijakan-kebijakan agraria yang sering kali mendukung pemodal dan tidak selalu melindungi hak-hak masyarakat petani.
4. Era Reformasi
1998: Pasca jatuhnya rezim Orde Baru, ada upaya untuk mereformasi sektor agraria. Beberapa undang-undang dan regulasi yang memperkuat hak-hak masyarakat terkait tanah diperkenalkan.
5. Perubahan dan Tantangan Terkini
2000-an hingga Sekarang: Sejumlah perubahan dan tantangan terkini melibatkan isu-isu agraria, termasuk konflik tanah, urbanisasi, keberlanjutan, dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.
Seiring berjalannya waktu, regulasi agraria di Indonesia terus berkembang untuk mencerminkan perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi dalam masyarakat. Perjuangan untuk mencapai keadilan melindungi hak-hak masyarakat terus menjadi fokus penting dalam pembentukan dan perubahan hukum ini.
Hukum Agraria Sebelum Berlaku UUPA
Sebelum berlakunya UUPA, hukum agraria di Hindia Belanda (Indonesia) terdiri dari 5 perangkat hukum, yaitu:
1. Hukum Agraria Adat
Merupakan bagian dari hukum adat yang mengatur tentang tanah dan hak atas tanah. Hukum ini mencakup peraturan dan tradisi yang bMerlaku bagi masyarakat setempat dengan tujuan memastikan penggunaan tanah dan hak atas tanah secara adil dan sesuai dengan kebijakan lokal.
2. Hukum Agraria Barat
Merujuk pada sistem yang berkembang di negara-negara Barat, terutama di Eropa dan Amerika Utara. Hukum ini mencakup peraturan dan regulasi yang mengatur tentang tanah dan hak atas tanah, termasuk pemilikan, pemanfaatan, dan pengalihan hak atas tanah.
3. Hukum Agraria Administratif
Membahas tentang prosedur dan tata kelola administratif yang berlaku dalam pengelolaan tanah dan sumber daya alam. Ini melibatkan peraturan, regulasi, dan prosedur yang diikuti oleh pemerintah dan masyarakat dalam hal pengelolaan tanah dan sumber daya alam.
4. Hukum Agraria Antar Golongan
Membahas tentang hubungan hukum antara berbagai golongan yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan tanah serta sumber daya alam. Hukum ini mencakup peraturan, regulasi, dan prosedur yang berlaku bagi pemilik tanah, petani, komunitas adat, dan masyarakat lainnya yang terlibat dalam hal tanah dan sumber daya alam.
5. Hukum Agraria Swapraja
Atau yang juga dikenal sebagai Hukum Tanah Swastika adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada sistem hukum di beberapa negara Asia, terutama di India dan Indonesia. Sistem ini melibatkan peraturan dan regulasi yang mengatur tentang tanah dan hak atas tanah, termasuk pemilikan, pemanfaatan, dan pengalihan hak atas tanah.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa Hukum Swastika didasarkan pada prinsip-prinsip kolonialisme dan imperialisme. Dalam sistem ini, tanah dan hak atas tanah dianggap dapat dimiliki dan diperjualbelikan oleh pemerintah atau oleh perusahaan-perusahaan asing.
Biasanya, hak atas tanah diberikan kepada individu atau perusahaan yang memiliki kekuatan dan kekayaan yang memadai, sehingga masyarakat yang kurang mampu seringkali tidak memiliki akses atau hak yang sama terhadap tanah.
Asas Hukum Agraria
UUPA No. 5 Tahun 1960 menjadi dasar hukum agraria di Indonesia. UUPA memuat 7 asas yang menjadi landasan bagi pengaturan pertanahan di Indonesia. Berikut adalah penjelasan singkat dari 7 asas tersebut:
1. Asas Kebangsaan
- Pasal 1 UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam di dalamnya, merupakan kekayaan nasional dan memiliki hubungan abadi dengan bangsa Indonesia.
- Maksudnya, pengelolaan tanah harus dilakukan untuk kepentingan bangsa dan negara, serta memperhatikan kesejahteraan rakyat.
2. Asas Hak Menguasai Negara
- Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa negara menguasai tanah atas dasar Pasal 33 UUD 1945.
- Maksudnya, negara memiliki kewenangan untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan tanah.
- Hak penguasaan negara ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat dan mencegah monopoli tanah oleh segelintir orang.
3. Asas Pengakuan Hak Ulayat
- Pasal 3 UUPA menyatakan bahwa hak ulayat diakui dan dihormati sebagai hak yang ada sejak dahulu kala.
- Hak ulayat adalah hak masyarakat adat atas tanah yang mereka diami dan warisi secara turun temurun.
- Pengakuan hak ulayat ini bertujuan untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan menjaga kelestarian budaya lokal.
4. Asas Fungsi Sosial
- Pasal 6 UUPA menyatakan bahwa tanah memiliki fungsi sosial, yaitu harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Maksudnya, tanah tidak boleh ditelantarkan dan harus dimanfaatkan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi rakyat.
- Asas ini bertujuan untuk mencegah spekulasi tanah dan memaksimalkan manfaat tanah bagi rakyat.
5. Asas Landreform
- Pasal 7, 10, dan 17 UUPA mengatur tentang landreform, yaitu penataan kembali struktur penguasaan dan pemilikan tanah.
- Landreform bertujuan untuk mendistribusikan tanah secara adil kepada rakyat dan meningkatkan kesejahteraan petani.
6. Asas Tata Guna Tanah
- Pasal 13, 14, dan 15 UUPA mengatur tentang tata guna tanah, yaitu perencanaan dan pemanfaatan tanah secara terencana dan terarah.
- Tata guna tanah bertujuan untuk memaksimalkan manfaat tanah dan mencegah kerusakan lingkungan.
7. Asas Persamaan Hak antara Laki-Laki dan Perempuan:
- Pasal 56 UUPA menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam kepemilikan dan penguasaan tanah.
- Asas ini bertujuan untuk mengakhiri diskriminasi gender dalam kepemilikan tanah dan memberikan akses yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan manfaat dari tanah.
Ruang Lingkup Hukum Agraria
Ruang lingkup agraria menurut UUPA meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sedangkan ruang lingkup hukumnya mencakup berbagai aspek yang terkait dengan penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah.
Berikut adalah beberapa elemen kunci dalam ruang lingkup hukumnya:
- Hak-Hak Atas Tanah: Mengatur berbagai bentuk hak atas tanah, seperti hak milik, hak guna usaha, hak pakai, dan hak sewa.
- Penguasaan Tanah: Menetapkan mekanisme penguasaan tanah, baik oleh individu maupun badan hukum, termasuk peraturan terkait hak waris dan pembagian tanah.
- Pembagian Tanah: Mengatur proses pembagian tanah dan penentuan hak-hak individu atau kelompok terhadap tanah, dengan memperhatikan aspek-aspek keadilan dan kepentingan sosial.
- Reformasi Agraria: Menangani kebijakan dan program reformasi agraria untuk meningkatkan distribusi tanah yang lebih adil dan memberikan hak kepada masyarakat yang kurang terpenuhi.
- Pemilikan Asing: Menetapkan aturan terkait kepemilikan tanah oleh pihak asing, untuk melindungi kedaulatan dan kepentingan nasional.
- Perlindungan Hak Masyarakat Adat: Menjamin perlindungan hak-hak masyarakat adat terhadap tanah adat mereka, mengakui keberlanjutan budaya dan kehidupan mereka.
- Konflik Tanah: Mengatur penyelesaian konflik tanah, baik melalui jalur hukum maupun alternatif, untuk mencegah dan menyelesaikan sengketa terkait tanah.
- Pembangunan Berkelanjutan: Menyelaraskan regulasi agar penggunaan tanah mendukung pembangunan berkelanjutan, termasuk perlindungan lingkungan dan aspek sosial.
- Perubahan Iklim: Mengintegrasikan aspek perubahan iklim dalam regulasi agraria untuk memastikan bahwa kebijakan mendukung mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
- Penegakan Hukum dan Sanksi: Menetapkan mekanisme penegakan hukum dan sanksi terhadap pelanggaran hukum, untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Ruang lingkup hukumnya memang sangat kompleks dan melibatkan berbagai aspek untuk menciptakan sistem tanah yang adil dan berkelanjutan. Setiap negara dapat memiliki regulasi agraria yang berbeda-beda tergantung pada konteks sosial, ekonomi, dan budayanya.
Itulah pembahasan lengkap terkait pengertian hukum agraria adalah, tujuan, jenis, sejarah, asas, dan ruang lingkupnya. Semoga informasi yang kami berikan bermanfaat, terutama bagi PropKlikers yang hendak membeli rumah, apartemen, atau tanah.
PropertyKlik.com: Portal Properti Terpercaya untuk Wujudkan Hunian Impian Anda #KlikAja