Perhitungan PPh 21 dengan PTKP Terbaru Dilengkapi Cara dan Contohnya

PropertyKlik.com – Perhitungan PPh 21 ternyata baru saja mengalami pembaruan, hal ini tentu perlu diketahui oleh perusahaan dan juga Anda yang berstatus karyawan. Selain tarif pajak progresif, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memberlakukan skema perhitungan PPh 21 terbaru untuk menghitung pajak penghasilan pribadi, yakni menggunakan tarif efektif rata-rata atau PPh 21 TER.

Perlu diketahui, Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan lain sebagainya. Jadi PPh 21 atau pajak penghasilan ini akan dikenakan pada setiap warga negara Indonesia yang telah bekerja.

Lantas, bagaimana ketentuan skema tarif efektif perhitungan PPh 21 terbaru dan perhitungan pajak progresif PPh Pasal 21? Pahami penjelasan lengkapnya berdasarkan poin-poin berikut ini:

Perhitungan PPh 21 dengan PTKP Terbaru

Pemerintah telah mengatur kembali pemotongan PPh 21 dalam Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan WP Orang Pribadi. Melalui beleid ini, tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 terdiri atas:

  • Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
  • Tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21

a. Skema Tarif Efektif Perhitungan PPh 21 TER

Merujuk Pasal 2 ayat (2) PP 58/2023, tarif efektif pemotongan pajak penghasilan Pasal 21 terdiri atas:

  • Tarif efektif bulanan
  • Tarif efektif harian

Kemudian pemerintah menerbitkan regulasi teknis sebagai aturan pelaksana PP 58/2023 melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi.

Maka skema penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 terbaru berdasarkan penerima penghasilan sebagai berikut:

Perhitungan PPh 21 selalu disesuaikan dengan tarif PTKP yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Saat ini, hukum terbaru yang mendasari tentang PTKP adalah Undang-Udang Harmonisasi Perpajakan No. 7 Tahun 2021 pada bab III pasal 7. Berikut adalah besaran PTKP terbaru yang berlaku:

  • Bagi wajib pajak orang pribadi sebesar Rp54.000.000
  • Bagi wajib pajak yang kawin memperoleh tambahan sebesar Rp4.500.000
  • PTKP bagi istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, sebesar Rp54.000.000
  • Bila ada tambahan, maksimal 3 orang untuk tanggungan keluarga sedarah dalam satu garis keturunan, semenda, atau anak angkat, sebesar Rp4.500.000.

Adapun yang dimaksud dengan keluarga sedarah adalah orang tua kandung, saudara kandung, dan anak. Sedangkan keluarga semenda adalah mertua, anak tiri, dan ipar.

Selain adanya penyesuaian pada tarif PTKP, terdapat perubahan pada tarif progresif yang digunakan untuk menghitung penghasilan kena pajak (PKP).

Cari rumah, apartemen, atau ruko di lokasi strategis dengan harga kompetitif?!

Semua tersedia lengkap di sini!

b. Tarif Perhitungan Pajak Progresif PPh 21

Perhitungan PPh 21 berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 huruf a UU PPh menggunakan tarif progresif tertinggi 30%. Kemudian dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang di dalamnya mengubah ketentuan dalam UU PPh, rentang tarif pajak progresif dinaikkan hingga 35%.

Berikut adalah tarif perhitungan pajak progresif PPh 21:

  • Tarif 5% dikenakan untuk PKP hingga Rp60 juta
  • Tarif 15% dikenakan pada PKP dari Rp60 juta sampai dengan Rp250 juta.
  • Tarif 25% dikenakan pada PKP dari Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta.
  • Tarif 30% dikenakan pada PKP dari Rp500 juta hingga Rp5 miliar.
  • Tarif 35% dikenakan pada PKP di atas Rp5 miliar.

Sedangkan untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif sebesar dua puluh persen lebih tinggi daripada Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP.

Penghasilan Kena Pajak PPh 21 dengan PTKP Terbaru

Adanya penyesuaian tarif progresif terbaru, maka ada beberapa perubahan terhadap besaran penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21. Misalnya:

  1. Perubahan tarif progresif tidak menambah pajak penghasilan bagi orang pribadi yang berpenghasilan sampai dengan Rp5 miliar per tahun.
  2. Wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan sampai dengan Rp4.5 juta tidak perlu membayar PPh sama sekali.
  3. Wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan di bawah Rp4.5 juta, baik gaji UMR atau di bawah UMR, maka tidak perlu membayar PPh 21 sama sekali.

Berikut ini adalah perhitungan pajak penghasilan orang pribadi dengan penghasilan Rp4.5 juta tiap bulannya dengan tanggungan TK/0.

  • Penghasilan per bulan Rp4.5 juta
  • Penghasilan per tahun Rp4.5 juta x 12 bulan = Rp54 juta
  • Penghasilan per tahun dikurang PTKP = Rp54 juta – Rp54 juta = 0

Berdasarkan perhitungan ini, orang pribadi dengan gaji sampai dengan Rp4.5 juta tidak memiliki PPh terutang sehingga tidak perlu membayar pajak.

Persentase Potongan Pajak Penghasilan Pasal 21

perhitungan pph 21 a
Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya, setiap perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri.

Untuk menemukan besaran persentase potongan PPh 21 karyawan, terlebih dahulu menghitung penghasilan kena pajak yang didapatkan selama setahun, kemudian menguranginya dengan PTKP dan mengkalikannya dengan tarif progresif.

Jika sudah ditemukan besaran PPh terutang selama setahun, baru dibagi 12 bulan atau sesuai jumlah bulan aktif karyawan bekerja di perusahaan tersebut.

a. Metode Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dari Gaji Karyawan

Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya, setiap perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri yang disesuaikan dengan tunjangan pajak atau gaji bersih yang diterima karyawannya.

Terdapat 3 metode perhitungan PPh 21 yang umumnya dipakai banyak perusahaan, yaitu:

1. Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)

Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh 21 terutangnya sendiri. Ini berarti gaji pegawai tersebut belum dipotong PPh 21.

Sebut saja Fathan, laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan senilai Rp10.000.000, maka perhitungannya sebagai berikut:

  • Gaji pokok: Rp10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
  • Tarif PPh: 15%
  • PPh 21 (yang ditanggung sendiri): Rp9.900.000/tahun atau Rp825.000/bulan
  • Gaji bersih (take home pay): Rp9.175.000

2. Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)

Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang dipotong.

Katakan saja Rinal, laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan senilai Rp10.000.000, maka perhitungannya:

  • Gaji pokok: Rp10.000.000/bulan atau Rp120.000.000/tahun
  • Tarif PPh: 15%
  • Tunjangan pajak (dari perusahaan): Rp9.900.000/tahun atau Rp825.000/bulan
  • Total gaji bruto: Rp10.825.000
  • Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp825.000/bulan
  • Gaji bersih (take home pay): Rp10.000.000/bulan

Menemukan rumah idaman jadi gampang berkat bantuan agen properti profesional dan berpengalaman.

Temukan agen properti berdasarkan kawasan incaran Anda di sini!

3. Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)

Metode net diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung perusahaan.

Misalnya jika Dandy, laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan sejumlah Rp10.000.000, maka perhitungannya:

  • Gaji pokok: Rp10.000.000/bulan atau Rp120.000.000/tahun
  • Total gaji bruto: Rp10.000.000
  • Tarif PPh 21: 15%
  • Pajak yang ditanggung perusahaan: Rp9.900.000/tahun atau Rp825.000/bulan
  • Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp825.000/bulan
  • Gaji bersih (take home pay): Rp10.000.000/bulan

Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Tetap

Pengertian karyawan tetap seperti yang dikutip dari situs DJP adalah karyawan yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur atau pegawai yang berstatus kontrak dalam jangka waktu yang telah ditentukan, yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.

Berikut adalah contoh perhitungan PPh 21 untuk karyawan atau pegawai tetap dengan memperhitungkan PTKP. Perhitungan ini dilakukan secara manual maupun perhitungan otomatis menggunakan aplikasi.

Simak contoh cara penghitungan PPh Pasal 21 secara manual:

Ferli adalah karyawati pada perusahaan PT. Glowing Jaya Imagi dengan status menikah dan mempunyai tiga anak. Suami Ferli merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian Dalam Negeri. Ferli menerima gaji Rp6.000.000 per bulan.

PT. Glowing Jaya Imagi mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp60.000 per bulan. Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Ferli membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji.

Pada bulan Juli 2024, di samping menerima pembayaran gaji, Ferli juga menerima uang lembur (overtime) senilai Rp2.000.000. Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Gaji Pokok6.000.000
(i) Tunjangan Lainnya (jika ada)2.000.000
(ii) JKK 0,24%14.400
JK 0,3%18.000
Penghasilan Bruto8.032.400
Pengurangan:
1. (iii) Biaya jabatan 5% x 8.032.400401.620
2. Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari gaji pokok120.000
3. (iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji pokok60.000
-581.620
Penghasilan neto (bersih) sebulan7.450.780
(v) Penghasilan neto setahun 12 x 7.450.78089.409.360
(vi) PTKP54.000.000
-54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun35.409.360
(vii) Pembulatan ke bawah35.409.000
PPh Terutang 5% x 35.409.0001.770.450
PPh Pasal 21 Bulan Juli: 1.770.450/12147.538

Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, akan dikalikan 120%, sehingga PPh Pasal 21 Bulan Januari menjadi Rp147.538 x 120% = Rp177.046.

Penjelasan:

  • (i) Tunjangan lainnya seperti tunjangan transportasi, uang lembur, akomodasi, komunikasi, dan tunjangan tidak tetap lainnya. Umumnya tunjangan tersebut dapat diberikan oleh perusahaan atau tidak, tergantung dari kebijakan perusahaan itu sendiri.
  • (ii) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara 0.24% – 1.74% sesuai kelompok jenis usaha seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007.
  • (iii) Biaya Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp500.000 sebulan, atau Rp6.000.000 setahun
  • (iv) Jaminan atau Iuran Pensiun ditentukan oleh lembaga keuangan yang pendiriannya disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan ditunjuk oleh perusahaan.
  • Jumlah persentase yang diterapkan di sini adalah 1%.
  • (v) Penghasilan Neto: Jika pegawai merupakan pegawai lama (lebih dari satu tahun) atau pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari tahun itu, maka penghasilan neto dikalikan 12 untuk memperoleh nilai penghasilan neto setahun.
  • Namun jika pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Mei (sekadar contoh), maka penghasilan neto setahun dikalikan 8 (diperoleh dari penghitungan bulan dalam setahun: Mei-Desember = 8 bulan).
  • Pada contoh ini diasumsikan pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari.
  • (vi) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berfungsi untuk mengurangi penghasilan bruto, agar diperoleh nilai Penghasilan Kena Pajak yang akan dihitung sebagai objek pajak penghasilan milik wajib pajak.
  • Pada contoh ini WP sudah menikah dan memiliki tiga tanggungan anak, namun karena suami WP menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP WP Sita adalah PTKP untuk dirinya sendiri (TK/0).
  • (vii) Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah hingga nominal ribuan penuh, atau 3 angka di belakang (ratusan rupiah) adalah 0. Contoh: 56.901.200,00 menjadi 56.901.000.

Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan dengan Tunjangan Pajak

Cara menghitung PPh 21 karyawan atau pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak (gross up) dari perusahaan tempatnya bekerja adalah dengan memperlakukan tunjangan pajak sebagai penghasilan pegawai dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya.

Contoh Perhitungan PPh 21 secara manual untuk karyawan yang menerima tunjangan pajak adalah sebagai berikut:

Gunawan bekerja pada PT Bahtera Lintas Samudera. Status-nya belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp5.500.000 sebulan. Perusahaan tempat Gunawan bekerja memberikan tunjangan pajak penuh kepadanya sejumlah Rp35.167. Sementara, iuran pensiun yang dibayar Gunawan adalah Rp55.000 sebulan.

Jadi, contoh hasil perhitungan PPh 21 bulan Agustus 2024 bagi Gunawan yang tidak menerima penghasilan lain dari PT Bahtera Lintas Samudera selain gaji adalah:

Gaji Pokok5.500.000
(i) Tunjangan Pajak             35.167
Penghasilan bruto (kotor) sebulan5.464.833

Pengurangan

1. (iii) Biaya Jabatan: 5% x 5.464.833,00 = 276.758,00276.758
2. Iuran/Jaminan Pensiun, 1% dari gaji pokok55.000
3. (iv) JP (Jaminan Pensiun), 1% dari gaji pokok, jika ada60.000
(331.758)
(v) Penghasilan neto (bersih) sebulan5.203.408
Penghasilan neto setahun 12 x 5.203.408,0062.440.900
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)54.000.000
-54.000.000
(vii) Penghasilan Kena Pajak Setahun8.440.000
PPh Terutang
5% x 8.440.000,00
422.000
PPh Pasal 21 Bulan September = 422.000 / 1235.167

Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan 120%, sehingga PPh 21 terutangnya menjadi Rp35.167 x 120% = Rp42.200.

Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Tidak Tetap Tidak Berkesinambungan

Mengutip situs resmi DJP, pegawai tidak tetap tidak berkesinambungan adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh 21 dan/atau PPh 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.

Untuk cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan, seperti berikut ini:

Hardy adalah pegawai tenaga lepas untuk input data di PT. Data Cahaya Abadi dengan penghasilan Rp5.000.000.

Besarnya PPh 21 yang terutang adalah: 5% x 50% x Rp5.000.000,00 = Rp125.000.

Bila Aditya tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah: 120% x 5% x 50% x Rp5.000.000,00 = Rp150.000.

Penjelasannya:

Karena Hardy bukan pegawai tetap di PT. Data Cahaya Abadi, maka PKP yang dikenakan sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto. Hal ini sesuai dengan peraturan PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c. Sedangkan tarif PPh Pasal 21 untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp50.000.000 adalah 5%.

Subjek Wajib Pajak PPh 21

Merujuk Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang dimaksud PPh adalah pajak yang dibebankan atas suatu penghasilan yang diperoleh wajib pajak, baik dari dalam negeri maupun dari luar luar negeri.

Sedangkan, pengertian PPh Pribadi adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek PPh orang pribadi di antaranya:

  • Pekerja formal atau karyawan/pegawai
  • Pekerja bebas atau bukan pegawai
  • Sebagai pekerja sekaligus pengusaha
  • Wajib pajak pribadi sebagai pengusaha

Subjek pajak orang pribadi ini dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Wajib pajak PPh 21 Kategori Bukan Karyawan

  1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari akuntan, arsitek, pengacara, dokter, konsultan, aktuaris, penilai, dan notaris.
  2. Bintang film, pemain musik, penyanyi, pembawa acara, bintang iklan, bintang sinetron, peragawan, kru film, sutradara, foto model, pelukis, pemain drama, penari, pemahat, dan seniman lainnya.
  3. Olahragawan, pelatih, penyuluh, pengajar, penasihat, moderator, dan penceramah.
  4. Peneliti, pengarang, dan penerjemah.
  5. Penyedia jasa komputer dan sistem aplikasi, fotografi, teknik, telekomunikasi, ekonomi, elektronika, sosial dan penyedia jasa kepanitiaan.
  6. Petugas dinas luar asuransi, direct selling, distributor perusahaan multi-level marketing, petugas penjaja barang dagangan.
  7. Dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap perusahaan atau anggota dewan komisaris. Penerima penghasilan atas keikutsertaan dalam kegiatan seperti peserta perlombaan dan seni dalam segala bidang termasuk perlombaan olahraga,ilmu pengetahuan, teknologi, seni, ketangkasan dan jenis perlombaan lainnya.
  8. Peserta pertemuan, sidang, konferensi, kunjungan kerja, dan peserta rapat. Peserta pendidikan dan pelatihan, peserta kegiatan lainnya.
  9. Mantan pegawai.

Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh seorang Wajib Pajak pribadi atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya di dalam negeri.

Umumnya PPh 21 ini berkaitan dengan pajak yang digunakan pada sistem penggajian/payroll karyawan oleh suatu perusahaan. Penggajian sendiri bisa dihitung secara manual atau dengan bantuan aplikasi. Namun, sebenarnya PPh Pasal 21 juga digunakan secara luas untuk berbagai kegiatan lainnya.

Perlakuan atas PPh 21 dan berapa persen pajak yang akan dikenakan sangat variatif tergantung jenis penghasilannya, di antaranya:

  1. Penghasilan bagi Pegawai/karyawan Tetap
  2. Penghasilan bagi Pegawai/karyawan Tidak Tetap
  3. Penghasilan bagi Bukan Pegawai/karyawan
  4. Penghasilan karyawan yang dikenakan PPh 21 Final
  5. Penghasilan Lainnya

PPh 21 Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan karyawan dari uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua.

a. Penghasilan yang Dipotong PPh Pribadi Pasal 21:

  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
  • Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
  • Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
  • Imbalan kepada bukan pegawai, berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
  • Imbalan kepada peserta kegiatan, berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

b. Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh 21:

  • Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
  • Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan.
  • Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau Badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
  • Zakat yang diterima oleh Orang Pribadi yang berhak dari Badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf l UU PPh.

Itulah penjelasan lengkap terkait perhitungan PPh 21 terbaru yang dilengkapi cara dan contohnya sesuai peraturan terbaru yang berlaku. Semoga informasi yang kami berikan bermanfaat, terutama bagi PropKlikers yang hendak membeli rumah, apartemen, atau tanah.

PropertyKlik.com: Portal Properti Terpercaya untuk Wujudkan Hunian Impian Anda #KlikAja

Orang lain juga bertanya: Perhitungan PPh 21

  • Besarnya PPh 21 yang terutang adalah: 5% x 50% x Rp 5.000.000,00 = Rp 125.000. Bila Aditya tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah: 120% x 5% x 50% x Rp 5.000.000,00 = Rp 150.000.

  • Pekerja yang memiliki gaji di bawah Rp 5 juta per bulan tidak akan terkena pajak penghasilan. Besaran pajak penghasilan atau PPh adalah 5% untuk pekerja yang punya gaji Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulan. Semakin tinggi penghasilan, maka pajak yang akan dipotong bisa lebih besar juga.

  • Berikut tarif PPh 21 baru untuk karyawan kategori A dengan kisaran gaji sampai Rp15,1 juta per bulan: Gaji bulanan sampai Rp5,4 juta: tarif pajak 0% >Rp5,4 juta sampai Rp5,65 juta: 0,25% >Rp5,65 juta sampai Rp5,95 juta: 0,5%

  • Maka berdasarkan ketentuan itu, gaji minimum tidak kena pajak 2023 sebesar Rp4,5 juta. Mereka yang berpenghasilan Rp4,5 juta per bulan atau kurang dari jumlah itu, tidak diwajibkan membayar pajak.